Free Download (Heal the world_Micheal Jackson).mp3
spoken:
Think about the generations and to say we want to make it a better
world for our children and our children's children. So that they know
it's a better world for them; and think if they can make it a better
place.
There's a place in your heart
And I know that it is love
And this place could be much
Brighter than tomorrow.
And if you really try
You'll find there's no need to cry
In this place you'll feel
There's no hurt or sorrow.
There are ways to get there
If you care enough for the living
Make a little space, make a better place.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
If you want to know why
There's a love that cannot lie
Love is strong
It only cares for joyful giving.
If we try we shall see
In this bliss we cannot feel
Fear or dread
We stop existing and start living
Then it feels that always
Love's enough for us growing
Make a better world, make a better world.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race.
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
Bridge:
And the dream we would conceived in
Will reveal a joyful face
And the world we once believed in
Will shine again in grace
Then why do we keep strangling life
Wound this earth, crucify it's soul
Though it's plain to see, this world is heavenly
Be God's glow.
We could fly so high
Let our spirits never die
In my heart I feel
You are all my brothers
Create a world with no fear
Together we'll cry happy tears
See the nations turn
Their swords into plowshares
We could really get there
If you cared enough for the living
Make a little space to make a better place.
Chorus:
Heal the world
Make it a better place
For you and for me and the entire human race
There are people dying
If you care enough for the living
Make a better place for
You and for me.
Refrain (2x)
There are people dying if you care enough for the living
Make a better place for you and for me.
There are people dying if you care enough for the living
Make a better place for you and for me.
You and for me / Make a better place
You and for me / Make a better place
You and for me / Make a better place
You and for me / Heal the world we live in
You and for me / Save it for our children
You and for me / Heal the world we live in
You and for me / Save it for our children
You and for me / Heal the world we live in
You and for me / Save it for our children
You and for me / Heal the world we live in
You and for me / Save it for our children
Minggu, 09 Agustus 2009
Sabtu, 11 Juli 2009
Rabu, 08 Juli 2009
Minggu, 05 Juli 2009
SEJARAH PEMBERIAN NAMA THARIQAH
A. PEMBERIAN NAMA THARIQAH (TARIKAT)
Silsilah Tarikat Naqsyabandiyah bersambung mulai dari Rasulullah kemudian turun kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a., lalu diturunkan kepada Sayyidina Salman Al Farisi r.a., dan seterusnya sampai dengan ahli silsilah yang terakhir. Walaupun inti ajaran pokoknya adalah sama, yaitu dzikrullah, namun nama-nama tarikatnya berbeda antara satu periode ke periode selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut :
1). Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini.
2). Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan Thariqatul Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan untuk-Nya baik lahir maupun batin.
3). Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode Syekh Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan Thariqatus Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan Saidina Abu Bakar Siddiq r.a., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir maupun batin.
4). Pada masa periode Abu Yazid Al Busthami sampai dengan periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth Thaifuriyah, mengambil nama asli dari Syekh Tahifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan.
5). Pada masa periode syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai dengan periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s dinamakan dengan Thariqatul Khawajakaniyah, mengambil nama khawajah Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s.
6). Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai dengan periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah. mengambil nama dari Syekh Bahauddin Naqsyaband.
7). Pada masa periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah al Ahrar q.s sampai dengan periode Syekh Ahmad al Faruqi q.s. dinamakan dengan Thariqatul Naqsyabandiyah Al Ahrariyah. Mengambil nama dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
8). Pada masa periode Syekh Akhmad al Faruqi q.s. sampai dengan periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s. dinamakan dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah.
9). Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid al Ustmani Al Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah.
Nama-nama itu diberikan oleh murid- murid setelah masa hidup Syekh Mursyidnya. Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar Siddiq r.a, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi r.a, karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Demikianlah seterusnya.
B. TARIKAT NAQSYABANDIYAH
Tarikat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke- 15). Dia belajar tasawuf kepada Muhammad Baba as Samasi ketika beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya (Syek AS Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya. Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu tarikat kepada seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke- 14).
Syekh Amir Kulal q.s. ( 772 H / 1371 M) adalah salah seorang khalifah Syekh Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah, sebagai Syekh Mursyid tarikat yang dikembangkannya.
Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syekh Muhammad Baba As Samasi, dan tarikat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarikat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan tarikat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba As Samasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun bila sendiri- sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarikat Naqsyabandiyah adalah zikir kalbi, yaitu diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9), salah seorang khalifah Syekh Abu Yacub Yusuf al Hamadani (silsilah ke- 8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik Fajduwani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya zikir Tarikat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh Abu Yacub Yusuf Al Hamadani q.s. (silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 – 561 H / 1077 – 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9) wafat 1220 M dan Syekh Ahmad Al Yasawi (w 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. inilah yang meneruskan silsilah tarikat ini sampai dengan Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian mendirikan Tarikat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebarluaskan ajaran tarikat ini ke daerah Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang tarikatnya bernama Tarikat Khwajagan menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar tarikatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pokok Tarikat Naqsyabandiyah ini dapat ditemui dalam ajaran dasar, enam pokok pembinaan, enam rukun, enam pegangan dan enam kewajiban, yang akan dijelaskan rinciannya pada uraiannya selanjutnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 Masehi ) Naqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin al- Mubarak, salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband”.
Pusat perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah. Ketika tarikat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah Al Ahrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh wilayah Asia Tengah mengikuti Tarikat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al Ahrar, tarikat ini berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat- pusat tarikat ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.
Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke- 22) yang bermukim di Delhi India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina tarikat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad bin Ali Bukhari mengembangkan tarikat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan tarikat ini ke Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu Al Wafah bin Ujail ke daerah Yaman dan Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir.
Sekitar tahun 1937, Tarikat Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di Jabal Qubais Mekkah. Dari Jabal Qubais inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s. (silsilah ke- 32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali ar Ridla q.s. (silsilah ke- 33), kemudian ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s (silsilah ke- 34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin al Khalidi q.s. (silsilah ke- 35).
Sesungguhnya seluruh Ahli Silsilah, Syekh- Syekh Mursyid itu menyebarluaskan Tarikat Naqsyabandiyah ini pada masa dan wilayahnya masing- masing. Khusus di Indonesia Tarikat Naqsyabandiyah ini berkembang dalam beberapa bentuk, yaitu Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah dan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah bersumber dari Syekh Ismail al Khalidi yang berasal dari Simabur Batu Sangkar Sumatera Barat. Tarikat ini akhirnya berkembang dan disebarluaskan ke daerah Riau, Kesultanan Langkat dan Deli, selanjutnya ke Kesultanan Johor.
Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah bersumber dari Sayyid Muhammad Saleh as Zawawi yang kemudian menyebarluaskan tarikatnya ke daerah Pontianak, Madura dan Jawa Timur. Penyebaran Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah ini dilaksanakan oleh murid-murid Syekh Muhammad Saleh Az Zawawi, yaitu syekh Abdul Aziz Muhammad Nur, Sayyid Ja’far bin Muhammad, dan Sayyid Ja’far bin Abdurrahman Qadri untuk daerah Pontianak, Syekh Abdul Azim Manduri untuk daerah Madura dan Jawa Timur.
Adapun Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan penggabungan Tarikat Qadiriyah dan Tarikat Naqsyabandiyah. Tarikat ini bersumber dari Syekh Akhmad Khatib Sambassi (w Mekkah 1875) yang berasal dari daerah Sambas, Kalimantan Barat. Beliau adalah ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram Mekkah, dan banyak mempunyai murid terkenal, antara lain, Syekh Nawawi al Bantani atau Nawawi Al Jawi yang terkenal dengan karya tulisnya yang cukup banyak.
Pengembangan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini di Indonesia pada pertengahan Abad ke-19, disebarluaskan oleh murid- murid Ahmad Khatib Sambassi yang pulang ke Indonesia dari tanah suci Mekkah. Tarikat ini berkembang pesat terutama di pulau Jawa dan banyak juga tersebar di negara-negara Asean, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Di Pulau Jawa ada beberapa pondok pesantren yang berpengaruh dan banyak menganut Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah ini, antara lain pesantren Pegantungan di Bogor, pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, pesantren Meranggen di Semarang, pesantren Rejoso di Jombang dan pesantren Tebu Ireng juga di Jombang. (Ensiklopedi Islam 4, 1994 : 4 – 12).
Silsilah Tarikat Naqsyabandiyah bersambung mulai dari Rasulullah kemudian turun kepada Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a., lalu diturunkan kepada Sayyidina Salman Al Farisi r.a., dan seterusnya sampai dengan ahli silsilah yang terakhir. Walaupun inti ajaran pokoknya adalah sama, yaitu dzikrullah, namun nama-nama tarikatnya berbeda antara satu periode ke periode selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut :
1). Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini.
2). Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan Thariqatul Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan untuk-Nya baik lahir maupun batin.
3). Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode Syekh Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan Thariqatus Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan Saidina Abu Bakar Siddiq r.a., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir maupun batin.
4). Pada masa periode Abu Yazid Al Busthami sampai dengan periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth Thaifuriyah, mengambil nama asli dari Syekh Tahifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan.
5). Pada masa periode syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai dengan periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s dinamakan dengan Thariqatul Khawajakaniyah, mengambil nama khawajah Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s.
6). Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai dengan periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah. mengambil nama dari Syekh Bahauddin Naqsyaband.
7). Pada masa periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah al Ahrar q.s sampai dengan periode Syekh Ahmad al Faruqi q.s. dinamakan dengan Thariqatul Naqsyabandiyah Al Ahrariyah. Mengambil nama dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
8). Pada masa periode Syekh Akhmad al Faruqi q.s. sampai dengan periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s. dinamakan dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah.
9). Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid al Ustmani Al Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah.
Nama-nama itu diberikan oleh murid- murid setelah masa hidup Syekh Mursyidnya. Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar Siddiq r.a, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi r.a, karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Demikianlah seterusnya.
B. TARIKAT NAQSYABANDIYAH
Tarikat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al Uwaisi al Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke- 15). Dia belajar tasawuf kepada Muhammad Baba as Samasi ketika beliau berusia 18 tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai gurunya (Syek AS Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya. Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu tarikat kepada seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke- 14).
Syekh Amir Kulal q.s. ( 772 H / 1371 M) adalah salah seorang khalifah Syekh Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah, sebagai Syekh Mursyid tarikat yang dikembangkannya.
Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syekh Muhammad Baba As Samasi, dan tarikat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarikat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan tarikat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba As Samasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun bila sendiri- sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarikat Naqsyabandiyah adalah zikir kalbi, yaitu diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9), salah seorang khalifah Syekh Abu Yacub Yusuf al Hamadani (silsilah ke- 8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik Fajduwani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya zikir Tarikat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh Abu Yacub Yusuf Al Hamadani q.s. (silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 – 561 H / 1077 – 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke- 9) wafat 1220 M dan Syekh Ahmad Al Yasawi (w 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. inilah yang meneruskan silsilah tarikat ini sampai dengan Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian mendirikan Tarikat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebarluaskan ajaran tarikat ini ke daerah Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang tarikatnya bernama Tarikat Khwajagan menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar tarikatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pokok Tarikat Naqsyabandiyah ini dapat ditemui dalam ajaran dasar, enam pokok pembinaan, enam rukun, enam pegangan dan enam kewajiban, yang akan dijelaskan rinciannya pada uraiannya selanjutnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 Masehi ) Naqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin al- Mubarak, salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband”.
Pusat perkembangan Tarikat Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah. Ketika tarikat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah Al Ahrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh wilayah Asia Tengah mengikuti Tarikat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al Ahrar, tarikat ini berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat- pusat tarikat ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.
Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke- 22) yang bermukim di Delhi India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina tarikat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad bin Ali Bukhari mengembangkan tarikat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan tarikat ini ke Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu Al Wafah bin Ujail ke daerah Yaman dan Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir.
Sekitar tahun 1937, Tarikat Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di Jabal Qubais Mekkah. Dari Jabal Qubais inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s. (silsilah ke- 32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali ar Ridla q.s. (silsilah ke- 33), kemudian ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s (silsilah ke- 34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin al Khalidi q.s. (silsilah ke- 35).
Sesungguhnya seluruh Ahli Silsilah, Syekh- Syekh Mursyid itu menyebarluaskan Tarikat Naqsyabandiyah ini pada masa dan wilayahnya masing- masing. Khusus di Indonesia Tarikat Naqsyabandiyah ini berkembang dalam beberapa bentuk, yaitu Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah dan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah bersumber dari Syekh Ismail al Khalidi yang berasal dari Simabur Batu Sangkar Sumatera Barat. Tarikat ini akhirnya berkembang dan disebarluaskan ke daerah Riau, Kesultanan Langkat dan Deli, selanjutnya ke Kesultanan Johor.
Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah bersumber dari Sayyid Muhammad Saleh as Zawawi yang kemudian menyebarluaskan tarikatnya ke daerah Pontianak, Madura dan Jawa Timur. Penyebaran Tarikat Naqsyabandiyah Muzhariyah ini dilaksanakan oleh murid-murid Syekh Muhammad Saleh Az Zawawi, yaitu syekh Abdul Aziz Muhammad Nur, Sayyid Ja’far bin Muhammad, dan Sayyid Ja’far bin Abdurrahman Qadri untuk daerah Pontianak, Syekh Abdul Azim Manduri untuk daerah Madura dan Jawa Timur.
Adapun Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan penggabungan Tarikat Qadiriyah dan Tarikat Naqsyabandiyah. Tarikat ini bersumber dari Syekh Akhmad Khatib Sambassi (w Mekkah 1875) yang berasal dari daerah Sambas, Kalimantan Barat. Beliau adalah ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram Mekkah, dan banyak mempunyai murid terkenal, antara lain, Syekh Nawawi al Bantani atau Nawawi Al Jawi yang terkenal dengan karya tulisnya yang cukup banyak.
Pengembangan Tarikat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini di Indonesia pada pertengahan Abad ke-19, disebarluaskan oleh murid- murid Ahmad Khatib Sambassi yang pulang ke Indonesia dari tanah suci Mekkah. Tarikat ini berkembang pesat terutama di pulau Jawa dan banyak juga tersebar di negara-negara Asean, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Di Pulau Jawa ada beberapa pondok pesantren yang berpengaruh dan banyak menganut Tarikat Kadiriyah wa Naqsyabandiyah ini, antara lain pesantren Pegantungan di Bogor, pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, pesantren Meranggen di Semarang, pesantren Rejoso di Jombang dan pesantren Tebu Ireng juga di Jombang. (Ensiklopedi Islam 4, 1994 : 4 – 12).
Pendidikan Periode Madrasah
Pendidikan yang dilaksanakan pada masa awal perkembangan islam berfilsafat informal yang penamaan lebih terkait dengan upaya-upaya dakwah islamiyah, penyebaran dan dasar-dasar keperayaan serta ibadah Islam. Sedangkan pendidikan formal islam baru muncul dengan kebangkitan madrasah.
Lembaga pendidikan madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan dalam bentuk masjid, karena banyaknya murid-murid yang datang dari luar kota untuk belajar di masjid menuntut danya tempat tinggal yang disebut dengan khan (semacam asrama) sehingga terjadi perubahan dari masjid kemasjid khan. Selanjutnya dari masjid khan berubah kebentuknya ke bentuk madrasah.
Dengan adanya madrasah bertanda bahwa pendidikan islam telah mengalami kemajuan pesat. Masjid yang telah tumbuh sejak masa awal islam pada dasarnya hanya berfungsi sebagai tempat ibadah dengan sedikit kegiatan pendidikan didalamnya. Masjid khan walaupun telah menyelenggarakan kegiatan pendidikan namun kegiatan pendidikan bukanlah merupakan faktor utama. Dengan adanya madrasah maka kegiatan pendidikan semakin sempurna. Madrasah bukanlah sebagai pengganti masjid kenyataanya madarasah mempunyai masjid didalamnya nmun rumah ibadah bukanlah fungsi utama dari madrasah.
Pembahasan
Madrasah merupakan isim makan dari katab darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumh, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
B. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Madrsah
Dalam sejarah pendidikan islam makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat islam selama pertumbuhan adan perkembangannya. Sebab pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul pada abad ke-11. Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi tersebut antara lain; George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui tiga tahap; pertama tahap masjid, kedua tahap masjid khan, dan ketiga tahap madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi secara langsung Karena disebabkan oleh konsekuensi lagis dari semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya dalam kegiatan ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Terkait dengan sejarah munculnya madrasah, para pemerhati sejarah berbeda pendapat tentang madrasah pertama yang berdiri namun dalam ada beberapa pendapat yang cukup representatif yang bisa diungkapkan tentang sejarah pertama berdirinya madarasah sebagai institusi pendidikan islam pada masa awal. Menurut Ali al-Jumbulati (1994) sebelum abad ke-10 M dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah dikota Nisabur. Disebut al-Baihaqiah karena ia didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w. 414 H). pendapat ini diperkuat juga oleh Hasan Ibrahim Hasan.
Kedua pendapat diatas diperkuat oleh hasil penelitian Richard Bulliet (1972) yang menemukan dalam dua abad sebelumnya berdirinya madrasah Nizamiah telah berdiri madrasah di Nisapur, yaitu Madrasah Miyan Dahliya yang mengajarkan fiqih Maliki. Abdul al-Al (1977) menjelaskan bahwa pada masa sultan Mahmud al-Ghaznawi (998-1020) telah berdiri madrasah Sa’diyah. Demikian juga naji ma’ruf (1973) berpendapat bahwa madrasah pertama telah didirikan 165 tahun sebelum berdiri madrasah Nizamiyyah yaitu sebuah madrasah dikawasan Khurasa. Ia mengemukakan bukti di Tarikh al-Bukhori dijelaskan bahwa Ismail ibn Ahmad Asad (w. 295 H) memiliki madrasah yang dikunjungi oleh pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka.
C. Madrasah Nizamiyah
Pada tahun 1067 M Nizham al-Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salaf) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya. Nizham al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasan Bani Saljuk yaitu di Balkh, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Anul, dan Mosul. Memang diantara madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyyah di bagdad.
Madrasah Nizhamiyyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk pada mulanya didasari motif sectarian yaitu untuk memajukan golongan sunni, namun pada perkembangan selanjutnya pengaruh madrasah Nizhamiyyah ini tidak hanya menguntungkan bagi kaum sunni saja tetapi juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dunia islam pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Ada beberapa motif didirikannya madrasah Nizhamiyyah oleh Nizham al-Mulk di antaranya:
a) Pendidikan
Tidak diragukan lagi bahwa Nizham al-Mulk memberikan aperhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizham al-Mulk adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Nizham al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah dalam menyingkapi kekurangan sistem pendidikan masjid. Diketahui bahwa masjid pada masa awal merupakan tempat yang serba guna. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai lembaga pengajaran, rumah pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan para duta.
Berkaitan dengan hal di atas, diketahui bahwa pendirian madrasah Nizhamiyah tidak terlepas dari faktor politik. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian marasah itu sendiri. Menurut Abd al-Madjid Abd al-futuh Badawi seagaimana yag dikutip oleh Maksum, Madrasah Nizhamiyah didirikan dengan tiga tujuan:
Pertama, menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran syi’ahm, kedua, menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain; ketiga, membentuk kelompok-kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
d) Kurikulum
Dilihat dari muatan kurikulumnya agaknya pada madrasah Nizhamiyyah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penentuan kurikulum pendidikan tainggi islam berada ditangan ulama kelompok orang yang berpengaruh dan diterima sebagai otoritatif dalam soala-soal agama dan hukum. Ilmu-ilmu agama masih mendominasi kurikulum pendidikan atau dengan kata lain sebagaimana menurut Makdisi yang dikutip oleh Hasan Asari, ilmu-ilmu keislaman memegang control penuh atas lembaga-lembaga pendidikan.
e) Pengajar dan Staf Madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyyah, Nizham al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrasah Nizhamiyyah, beliau menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staff pengajar ayang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum di madrasah), mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-Qur’an) dan nahwi (ahli gramitical bahasa arab). Orang-orang yang dipilih oleh Nizham al-Mulk tersebut adalah mereka yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah itu, bahkan dlam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administrator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, misalnya Imam al-Ghazali, Abu Ishaq al-Syirazi salah seorang ulama fiqih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal pada masanya, al-Kiya al-Harasyi, al-Juwaini dan lain-lain.
Kesimpulan
Madrasah Nizhamiyyah merupakan madrasah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk. Madrasah itu disebut juga dengan madrasah syariah oleh karena intensitasnya dalam pengembangan mazhab Syafi’i berbeda dengan madrasah Bait al-Hikmah yang labih terfokus pada pengembangan ajaran Mu’tazillah dan filsafat, sehingga disebut madrasah filsafat.
Perkembangan madrasah ini sangat banyak ditentukan oleh patronase kekuasaan Nizham al-Mulk. Hal ini dikarenakan Nizham al-Mulk sebagai penguasa lebih banyak memberikan bantuan baik secara moril maupun materil pada masa itu.
Madrasah ini mengambil tempat besebrangan dengan filsafat. Hal ini agaknya dapat dipahami karena periode ini dikenal sebagai periode dimana munculnya ketidaksenangan umat terhadap pikiran-pikiran filsafat dan para filosof.
Meskipun pada awalnya al-Azhar merupakan sebuah masjid namun pada perkembangannya berubah menjadi sebuah Universitas tertua di dunia yaitu pada akhir masa al-Muiz Lidinillah al-Fatimi pada bulan Shafar tahun 365 H (Oktober 975 M). Hal ini merupakan bukti historis monumental sebagai produk kemajuan peradaban islam di Mesir. Seiring dengan perjalanan waktu yang ters berputar sebagai sebuah institusi pendidikan, al-Azhar juga mengalami pasang surut. Hal ini erat kaitannya dengan Syeikh atau rektor yang menjabat pada masanya, karena jabatan ini tidak hanya akademis, tetapi juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah kebijakan politis.
Di antara tokoh-tokoh yang berjasa dalam mereformasi sistem pendidikan al-Azhar antara lain; Muhammad Ali, al-Tahtawi, Syeikh Hasan al-‘Athar juga Muhammad Abduh. Merekalah pencair kejumud-an wawasan berpikir serta pendobrak dikotomisasi ilmu pengetahuan.
Lembaga pendidikan madrasah adalah kelanjutan dari lembaga pendidikan dalam bentuk masjid, karena banyaknya murid-murid yang datang dari luar kota untuk belajar di masjid menuntut danya tempat tinggal yang disebut dengan khan (semacam asrama) sehingga terjadi perubahan dari masjid kemasjid khan. Selanjutnya dari masjid khan berubah kebentuknya ke bentuk madrasah.
Dengan adanya madrasah bertanda bahwa pendidikan islam telah mengalami kemajuan pesat. Masjid yang telah tumbuh sejak masa awal islam pada dasarnya hanya berfungsi sebagai tempat ibadah dengan sedikit kegiatan pendidikan didalamnya. Masjid khan walaupun telah menyelenggarakan kegiatan pendidikan namun kegiatan pendidikan bukanlah merupakan faktor utama. Dengan adanya madrasah maka kegiatan pendidikan semakin sempurna. Madrasah bukanlah sebagai pengganti masjid kenyataanya madarasah mempunyai masjid didalamnya nmun rumah ibadah bukanlah fungsi utama dari madrasah.
Pembahasan
Madrasah merupakan isim makan dari katab darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan islam). Karenanya istilah madrasah tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit tetapi juga bisa dimaknai rumh, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain. Bahkan juga seorang ibu bisa dikatakan sebagai madrasah pemula.
B. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Madrsah
Dalam sejarah pendidikan islam makna dari madrasah tersebut memegang peran penting sebagai institusi belajar umat islam selama pertumbuhan adan perkembangannya. Sebab pemakaian istilah madrasah secara definitife baru muncul pada abad ke-11. Penjelmaan istilah madrasah merupakan transformasi tersebut antara lain; George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan transformasi institusi pendidikan islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung melalui tiga tahap; pertama tahap masjid, kedua tahap masjid khan, dan ketiga tahap madrasah. Sedangkan Ahmad Syalabi menjelaskan bahwa transformasi masjid ke madrasah terjadi secara langsung Karena disebabkan oleh konsekuensi lagis dari semakin ramainya kegiatan yang dilaksanakan di masjid yang tidak hanya dalam kegiatan ibadah (dalam arti sempit) namun juga pendidikan, politik, dan sebagainya.
Terkait dengan sejarah munculnya madrasah, para pemerhati sejarah berbeda pendapat tentang madrasah pertama yang berdiri namun dalam ada beberapa pendapat yang cukup representatif yang bisa diungkapkan tentang sejarah pertama berdirinya madarasah sebagai institusi pendidikan islam pada masa awal. Menurut Ali al-Jumbulati (1994) sebelum abad ke-10 M dikatakan bahwa madrasah yang pertama berdiri adalah madrasah al-Baihaqiah dikota Nisabur. Disebut al-Baihaqiah karena ia didirikan oleh Abu Hasan al-Baihaqi (w. 414 H). pendapat ini diperkuat juga oleh Hasan Ibrahim Hasan.
Kedua pendapat diatas diperkuat oleh hasil penelitian Richard Bulliet (1972) yang menemukan dalam dua abad sebelumnya berdirinya madrasah Nizamiah telah berdiri madrasah di Nisapur, yaitu Madrasah Miyan Dahliya yang mengajarkan fiqih Maliki. Abdul al-Al (1977) menjelaskan bahwa pada masa sultan Mahmud al-Ghaznawi (998-1020) telah berdiri madrasah Sa’diyah. Demikian juga naji ma’ruf (1973) berpendapat bahwa madrasah pertama telah didirikan 165 tahun sebelum berdiri madrasah Nizamiyyah yaitu sebuah madrasah dikawasan Khurasa. Ia mengemukakan bukti di Tarikh al-Bukhori dijelaskan bahwa Ismail ibn Ahmad Asad (w. 295 H) memiliki madrasah yang dikunjungi oleh pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka.
C. Madrasah Nizamiyah
Pada tahun 1067 M Nizham al-Mulk mendirikan perguruan tinggi besar di Bagdad yang kemudian menjadi model bagi Islam ortodoks (salaf) yang diberi nama Nizhamiyah sesuai dengan nama pendirinya. Nizham al-Mulk tidak hanya mendirikan satu madrasah Nizhamiyyah yang ada di Bagdad saja, tetapi juga diberbagai daerah yang berada di bawah kekuasan Bani Saljuk yaitu di Balkh, Nisapur, Heart, Isfahan, Basrah, Merw, Anul, dan Mosul. Memang diantara madrasah yang didirikan Nizham al-Mulk yang paling terkenal adalah madrasah Nizhamiyyah di bagdad.
Madrasah Nizhamiyyah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk pada mulanya didasari motif sectarian yaitu untuk memajukan golongan sunni, namun pada perkembangan selanjutnya pengaruh madrasah Nizhamiyyah ini tidak hanya menguntungkan bagi kaum sunni saja tetapi juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dunia islam pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Ada beberapa motif didirikannya madrasah Nizhamiyyah oleh Nizham al-Mulk di antaranya:
a) Pendidikan
Tidak diragukan lagi bahwa Nizham al-Mulk memberikan aperhatian yang besar terhadap pendidikan. Nizham al-Mulk adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Nizham al-Mulk menyadari pentingnya keberadaan madrasah dalam menyingkapi kekurangan sistem pendidikan masjid. Diketahui bahwa masjid pada masa awal merupakan tempat yang serba guna. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah tapi juga sebagai lembaga pengajaran, rumah pengadilan, aula pertemuan bagi tentara dan rumah penyambutan para duta.
Berkaitan dengan hal di atas, diketahui bahwa pendirian madrasah Nizhamiyah tidak terlepas dari faktor politik. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendirian marasah itu sendiri. Menurut Abd al-Madjid Abd al-futuh Badawi seagaimana yag dikutip oleh Maksum, Madrasah Nizhamiyah didirikan dengan tiga tujuan:
Pertama, menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran syi’ahm, kedua, menyediakan guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkan ke tempat-tempat lain; ketiga, membentuk kelompok-kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.
d) Kurikulum
Dilihat dari muatan kurikulumnya agaknya pada madrasah Nizhamiyyah belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Penentuan kurikulum pendidikan tainggi islam berada ditangan ulama kelompok orang yang berpengaruh dan diterima sebagai otoritatif dalam soala-soal agama dan hukum. Ilmu-ilmu agama masih mendominasi kurikulum pendidikan atau dengan kata lain sebagaimana menurut Makdisi yang dikutip oleh Hasan Asari, ilmu-ilmu keislaman memegang control penuh atas lembaga-lembaga pendidikan.
e) Pengajar dan Staf Madrasah
Selain berperan secara fisik terhadap perkembangan madrasah Nizhamiyyah, Nizham al-Mulk juga berperan dalam menetapkan guru-guru yang akan mengajar pada madrasah Nizhamiyyah, beliau menetapkan jabatan-jabatan penting seperti mudarris (staff pengajar ayang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pengajaran), wa’idh (yang memberikan ceramah-ceramah umum di madrasah), mutawalli al-kuttub (pustaka), muqri’ (yang membaca dan mengajarkan al-Qur’an) dan nahwi (ahli gramitical bahasa arab). Orang-orang yang dipilih oleh Nizham al-Mulk tersebut adalah mereka yang menganut mazhab Syafi’i, paling untuk tiga jabatan (mudarris, wa’idh, dan mutawalli al-kuttub) diharuskan bermazhab Syafi’i karena ketiga jabatan tersebut yang paling berhak dan punya otoritas penuh menentukan arah dan kebijakan madrasah itu, bahkan dlam banyak kasus seorang mudarris juga bisa berfungsi sebagai administrator atas nama pendirinya.
Sebagai madrasah terbesar dizamannya, guru-guru yang mengajar pada madrasah Nizhamiyyah adalah tokoh-tokoh yang punya reputasi tinggi, misalnya Imam al-Ghazali, Abu Ishaq al-Syirazi salah seorang ulama fiqih mazhab Syafi’i yang sangat terkenal pada masanya, al-Kiya al-Harasyi, al-Juwaini dan lain-lain.
Kesimpulan
Madrasah Nizhamiyyah merupakan madrasah yang didirikan oleh Nizham al-Mulk. Madrasah itu disebut juga dengan madrasah syariah oleh karena intensitasnya dalam pengembangan mazhab Syafi’i berbeda dengan madrasah Bait al-Hikmah yang labih terfokus pada pengembangan ajaran Mu’tazillah dan filsafat, sehingga disebut madrasah filsafat.
Perkembangan madrasah ini sangat banyak ditentukan oleh patronase kekuasaan Nizham al-Mulk. Hal ini dikarenakan Nizham al-Mulk sebagai penguasa lebih banyak memberikan bantuan baik secara moril maupun materil pada masa itu.
Madrasah ini mengambil tempat besebrangan dengan filsafat. Hal ini agaknya dapat dipahami karena periode ini dikenal sebagai periode dimana munculnya ketidaksenangan umat terhadap pikiran-pikiran filsafat dan para filosof.
Meskipun pada awalnya al-Azhar merupakan sebuah masjid namun pada perkembangannya berubah menjadi sebuah Universitas tertua di dunia yaitu pada akhir masa al-Muiz Lidinillah al-Fatimi pada bulan Shafar tahun 365 H (Oktober 975 M). Hal ini merupakan bukti historis monumental sebagai produk kemajuan peradaban islam di Mesir. Seiring dengan perjalanan waktu yang ters berputar sebagai sebuah institusi pendidikan, al-Azhar juga mengalami pasang surut. Hal ini erat kaitannya dengan Syeikh atau rektor yang menjabat pada masanya, karena jabatan ini tidak hanya akademis, tetapi juga memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah kebijakan politis.
Di antara tokoh-tokoh yang berjasa dalam mereformasi sistem pendidikan al-Azhar antara lain; Muhammad Ali, al-Tahtawi, Syeikh Hasan al-‘Athar juga Muhammad Abduh. Merekalah pencair kejumud-an wawasan berpikir serta pendobrak dikotomisasi ilmu pengetahuan.
Kamis, 25 Juni 2009
ILMU YANG BERMANFAAT

Ilmu yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya ada yang memberikan manfaat ada pula yang tidak. Di sisi lain, ada pula ilmu yang pada asalnya sama sekali tidak memberikan manfaat, sehingga manusia harus menjauhinya.
Allah telah menyebut ilmu dalam kitab-Nya Al Qur’an terkadang dengan memujinya seperti dalam surat Az Zumar ayat 9:
“Katakanlah, adakah sama antara orang-orang yang mengetehui dengan orang-orang yang tidak mengetehui? Sesungguhnya orang-orang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu. Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang muslim dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”. (QS.Ali Imran:13)
Terkadang Allah menyebutnya dengan celaan. Ilmu yang Allah puji itu adalah ilmu yang bermanfaat dan yang Allah cela adalah ilmu yang asalnya tidak bermanfaat, atau bisa jadi pada asalnya bermanfaat, tapi orang yang dikaruniainya tidak bisa mengambil manfaat darinya. Sebagaimana Allah beritakan tentang sebuah kaum yang Allah beri ilmu namun ilmu itu tidak memberi mereka manfaat.
Allah berfirman:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruklah kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim”. (QS. Al Jumuah: 5)
”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami. Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (hingga dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al A’raf: 175)
Dalam ayat ini maksudnya ilmu itu sesungguhnya bermanfaat akan tetapi orang yang dikaruniai tidak bisa memanfaatkannya. Adapun ilmu yang pada dasarnya dicela oleh Allah adalah seperti tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 102 dan surat Ar Rum ayat 7.
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan pada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Sedang keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorangpun sebelum mengatakan: Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, karena itu janganlah kamu kafir.
Maka mereka mempelajari dari dua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang suami dengan istrinya. Dan mereka itu tidak memberi mudharat kepada seorangpun dengan sihirnya kecualin atas izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa menukar kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya di akherat. Dan amat jahatlah perbuatan mereka menukar dirinya dengan sihir kalau mereka mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 102)
“Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang kehidupan akherat adalah lalai". (QS.Ar Rum: 7)
Karena ilmu itu ada yang terpuji yaitu yang bermanfaat dan ada yang tercela yaitu yang tidak bermanfaat, maka kita dianjurkan untuk memohon kepada Allah ilmu yang bermanfaat dan berlindung kepada-Nya dari ilmu yang tidak bermanfaat. (Fadl Ilm Salaf: 11-13)
Ilmu yang Bermanfaat
Ibnu Rajab Al Hanbali menjelaskan tentang ilmu yang bermanfaat. Beliau mengatakan, pokok segala ilmu adalah mengenal Allah subhanahu wa ta'ala yang akan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, dekat terhadap-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya. Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum Allah, apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya dari perbuatan, perkataan, keadaan, atau keyakinan hamba.
Orang yang mewujudkan dua ilmu ini, maka ilmunya adalah ilmu yang bermanfaat. Ia, dengan itu, akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyu’, jiwa yang puas, dan do’a yang mustajab. Sebaliknya yang tidak mewujudkan dua ilmu yang bermanfaat itu, ia akan terjatuh ke dalam empat perkara yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berlindung darinya. Bahkan ilmunya menjadi bencana buatnya, ia tidak bisa mengambil manfaat darinya karena hatinya tidak khusyu’ kepada Allah subhanahu wa ta'ala, jiwanya tidak merasa puas dengan dunia, bahkan semakin berambisi terhadapnya. Doanyapun tidak didengar oleh Allah karena ia tidak merealisasikan perintah-Nya serta tidak menjauhi larangan-Nya dan apa yang dibenci-Nya.
Lebih-lebih apabila ilmu tersebut bukan diambil dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka ilmu itu tidak bermanfaat dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Yang terjadi, kejelekannya lebih besar dari manfaatnya.
Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan benar ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta memahami maknanya sesuai dengan yang ditafsirkan para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Lalu mempelajari apa yang datang dari mereka tentang halal dan haram, zuhud dan semacamnya, serta berusaha mepelajari mana yang shahih dan mana yang tidak dari apa yang telah disebutkan.
Kemudian berusaha untuk mengetahui makna-maknanya dan memahaminya. Apa yang telah disebut tadi sudah cukup bagi orang yang berakal dan menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat. (Fadl Ilm Salaf Alal Khalaf 41, 45, 46, 52, 53)
Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:
1. beramal dengannya.
2. benci disanjung, dipuji dan takabbur atas orang lain.
3. semakin bertawadhu’ ketika ilmunya semakin banyak.
4. menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan dunia.
5. menghindar untuk mengaku berilmu.
6. bersu’udzan (buruk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (baik sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang lain.
(Lihat Fadl Ilm Salaf Hal. 56-57 dan Hilyah Thalib Ilm Hal. 71)
Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan nampak tanda-tandanya pada orang yang menyandangnya yaitu:
1. tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan berlomba- lomba padanya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepadanya.
2. mengaku sebagai wali Allah subhanahu wa ta'ala. Atau merasa suci diri.
3. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk kepada kebenaran, dan sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di bawahnya dalam pandangan manusia, serta tetap dalam kebatilan.
4. menganggap yang lainnya bodoh dan mencacat mereka dalam rangka menaikkan dirinya di atas mereka. Bahkan terkadang menilai ulama terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikan ia mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada ulama yang terdahulu.
(Lihat Fadl Ilm Safaf: 53, 54, 57, 58)
Jumat, 19 Juni 2009
Keteladanan Nabi

KETELADANAN ROSULULLOH Shollalloohu’alaihiwasallam
Kita harus selalu meningkat dalam bersyukur kita kepada Alloh, karena hanya dengan fadlol dan rahmat-Nya kita dijadikan sebagai ummat Kakasih-Nya Nabi Muhammad Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) tanpa adanya permohonan sebelumnya;
Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) adalah satu-satunya pemimpin bangsa/ummat yang dibilang paling sakses dalam pelaksanaan tugas mulianya yaitu membangun jiwa dan moral ummat manusia. Modal utama Beliau dari segi lahiriyah adalah “Keteladanan” yang tampak di segala bidang, baik lahiriyah maupun batiniyahnya;
Kita berkeyakinan bahwa fungsi Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) diutus tidak hanya sebatas sebagai pembawa dan penyalur amanat Risalah saja. Melainkan Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) diamanati berbagai macam tugas yang berat namun mulia ‘INDALLOH Kalau dicermati mayoritas tugas dan fungsi Beliau tidak untuk pribadi dan keluarga-nya, melainkan untuk mengentaskan ummatnya dari jurang kenistaan kepada keselamatan dan kebaha-giaan. Sehingga apapun yang diperoleh dan dilakukan oleh Beliau sebagai keteladanan yang patut bahkan harus diteladani dan diikuti oleh seluruh ummatnya. Di sini akan disinggung sebagian dari keteladanan Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) antara lain :
1. Sebagai Pembawa Rahmat Bagi Seluruh Ummat;
Sehubungan dengan fungsi Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagai pem-bawa rahmat bagi seluruh ummat, maka da’wah, perhatian dan kepedulian Beliaupun ditujukan kepada seluruh ummat (‘alamiin). Tanpa pandang bulu;
2. Sebagai pengentas ummat dari kegelapan syirik menuju cahaya kesadaran kepada Alloh.
Karena pengentasan ummat dari lembah kemusyrikan adalah termasuk hal yang sangat prinsip maka yang Belaiu usahakan/perjuangkan pertama kali adalah menanamkan ketauhidan kepada Alloh Yang Maha Esa (Kesadaran BILLAH) sebelum memberikan aturan syari’at islamiyah;
Sesungguhnya terdapat pada diri Rosululloh suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kebahagiaan) di hari akhir dan dia banyak berdzikir kepada Alloh” (Q.S. 33 Al-Ahzab : 21)
5. Sebagai penuntun/pembimbing akhlaqul-karimah (prilaku yang terpuji) bagi ummat;
Firman Alloh : “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pakerti yang agung “ (Q.S. 68 Al-Qolam : 4)
Sabda Nabi : “Aku diutus untuk menyempurnakan budi pakerti yang mulia” (H.R. Thabrani dari Jabir, dan Ahmad dari Mu’adz bin Jabal)
Sebagai pembimbing akhlaqul karimah Beliau sangat / lebih mempedulikan urusan ummatnya baik dengan usaha lahiriyah maupun do’a-do’anya;
Sebagai Perantara/jembatan bagi ummatnya untuk menuju kesadaran kepada Alloh Ta’ala dan keselamatan/kebahagian bagi mereka baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Oleh karena itu ummatnya diwajibkan mentaati aturan Beliau dalam pelaksanaan taatnya kepada Alloh; mendekatkan diri dan mencintai Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) dengan semurni-murninya; Perhatikan sabda Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) : “Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari pada diri-nya sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (H. Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).
6. Pemberi syafa’at dan jasa yang teristimewa bagi ummatnya baik di dunia maupun di hari kiamat kelak, bahkan bagi seluruh ummat manusia; yang dinamakan “Syafa’atul ‘Udhmaa”.
Sumber : http://psw-pusat.blogspot.com/2007/04/09-dalam-proses.html
Langganan:
Postingan (Atom)